Pendahuluan
Indramayu,
merupakan salah satu kota di Indonesia yang perkembangan ruang publiknya sering
mengagetkan. Baik kejutan positif, maupun negatif. Pada awal tahun 2000-an,
ruang publik Indramayu dikejutkan dengan hadirnya Sport Centre.
Ruang
publik ini awalnya dibangun untuk keperluan Porda Jabar IX, dimana Kabupaten
Indramayu sebagai tuan rumahnya. Namun, seusai perhelatan akbar itu SC menjadi
semrawut bin amburadul. Warga kota banyak yang menyalahgunakannya.
Dimana
yang seharusnya SC menjadi arena olahraga pada siang hari malah menjadi arena
olahraga malam. Nggak percaya? Datanglah siang hari, sepi nyanyep. Sepi pengunjung, lebih ramai malam harinya.
Lalu,
tahun kemaren warga kota dikejutkan pula dengan kehadiran ruang publik baru.
Ada yang menyebut Taman Tjimanoek,
ada yang Bantaran Cimanuk.
Sesungguhnya
kedua penyebutan itu tak salah. Tapi, lebih tepatnya adalah Sentrum Cimanuk. Mengapa bisa demikian?
Karena kehadirannya berada di bekas peradaban cimanuk dulu tercipta. Sebagai
pelabuhan penting kedua di Kerajaan Padjajaran.
Sekarang,
lihatlah foto-foto Bantaran Cimanuk atau Taman Tjimanoek. Bisa juga langsung
cek tkp, dengan mengunjunginya. Akan didapati sesuatu yang sedikit berbeda.
![]() |
Tjimanoek Sign. +Agus Purnomo, 2016. |
Airnya
memang pekat menghijau namun tak ada sampah, tentu menawan dipandang. Sepanjang
bantarannya juga dilengkapi dengan fasilitas publik dan dihias dengan petamanan
yang indah.
Ruang
publik memang selalu menggemaskan. Karenanya, wajar jika jadi rebutan. Baik
secara ekonomi, sosial, maupun kultural. Padahal sejatinya, ruang publik adalah
genah midang. Tempat bercakap yang
hangat bagi semua warga kota.
Arsitek
senior, Munichy B. Edrees, pernah mengingatkan untuk menghidupkan kembali
konsep “balai” dalam sebuah kota. Menurutnya, saat ini ruang terbuka itu sudah
jarang.
Balai
warga banyak yang berubah wujud oleh kebiadaban masa kini. Semua ruang di kota
disulap menjadi ruang-ruang eksklusif milik kelompok atau pribadi yang business oriented.
Genah
midang, sebagai tempat kumpul-kumpul warga akhirnya semakin tergeser, lantas
menghilang dan punah. Padahal di tempat itulah bertemunya berbagai kepentingan
warga. Tempat mereka saling bertukar pikiran.
***
Meneer Panqi
Penulis,
pemerhati budaya dan konsultan media kreatif.
Posting Komentar
Posting Komentar