esai
Dokmong & Stand up Comedy
- photo by Doni William - |
Dokmong, adalah
seni sastra lisan yang mengakar dalam budaya Dermayon. Dokmong merupakan
akronim (kirata basa) dari dodok mbari ngomong—duduk sambil
ngobrol. Mungkin jika pernah melihat stand
up comedy, kalian akan lebih paham maknanya. Secara pertunjukan hampir
sebangun dan sejenis. Meski ada beberapa perbedaan yang mencolok.
Dalam SUC, seorang komikus akan di daulat ngomong di depan
podium dan yang lain mengapresiasi dengan cara menyimak apa yang disampaikannya?
Berbeda dengan SUC, dokmong tidak seresmi itu, biasanya acara dokmong hanya
diselenggarakan dalam momentum tertentu. Misalnya, acara melekan bayi yang baru lahir sampai copot tali pusarnya, acara
melekan dalam khitanan seorang anak, dan lain sebagainya.
Dalam formatnya
juga berbeda, orang-orang yang terlibat dalam dokmong, biasanya saling
melingkar, ya semacam konferensi meja bundar lah. Ketika semua sudah melingkar,
si tuan rumah biasanya akan mengeluarkan semua kudapan, cemilan, dan minuman
yang dimilikinya, terus ditaruh di tengah-tengah orang yang melingkar.
Topik-topik yang
diangkat juga dari yang berat dan santai. Ada dua jenis kekandaan yang bisa
dibagi berdasarkan tema obrolannya. Kanda
galian dan kanda grubug. Kanda
galian karena sifatnya yang serius biasanya topik-topik berbobot yang
dibicarakan, misalnya, soal sejarah atau hukum agama. Sebaliknya, kanda grubug
atau kanda nganggur, karena sifatnya
yang santai dan humor, biasanya berisi obrolan nglantur, tapi harus diingat,
meskipun nglantur tapi berisi guyon-guyon cerdas.
Ini sudah menjadi
mazhab sendiri dalam humor gaya budaya wangsa dermayu. Pemikirannya sangat
sederhana. Yakni nglantur, termasuk didalamnya kanda nganggur dan kanda grubug,
adalah apa yang diomongkan oleh seseorang yang bicaranya ngawur, hal ini
berefek orang yang mendengarkan pada awalnya tidak mengerti apa yang
diomongkannya? Malah bisa saja orang tersebut dianggap tidak normal dan sedikit
stress sarafnya. Bagaimana coba jika
yang ngomong dianggap otaknya miring? Kan repot tuh.
Akan tetapi kalo
kita perhatikan lebih jeli, sejenak memberikan kesempatan untuk otak berpikir.
Malah kita akan tertawa terbahak-bahak. Apa nyana?
Karena memang didalamnya terdapat guyon-guyon yang mencerdaskan dan seringkali
berisi falsafah yang mendalam.
Dari pembahasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa kalau ingin membuat karya yang bagus, caranya
sederhana. Cobalah ikuti cara kerja kanda nganggur dan grubug, sedalam-dalamnya
dan sejauh-jauhnya. Eksplorasilah otak kita sepelik mungkin, tapi awas jangan
sampai lupa dengan relevansinya! Harus relevan, relevansinya harus
sedekat-dekatnya. Sangat haqqul yakin
karya kita akan menjadi sangat bagus.
Sekarang, sebagai
buktinya, akan aku coba satu contoh sebuah guyon yang aku peroleh dari facebook, dalam sebuah grup yang aku
ikuti, yakni Suara Demokrasi Indramayu II (SDI Part II) dari akun facebook Kang
Daka. Pembuat guyon ini buat aku, sangat berbakat untuk menjadi penulis atau copywriter. Berikut guyon cerdasnya.
***
Jika
ingin menjadi pemimpin yang baik dan sukses. Maka belajarlah dari senjata
torpedo pria sejati :
1.
Tidak
pernah menonjolkan diri, tapi tampil paling depan saat dibutuhkan
2.
Ada
saatnya keras, ada saatnya lembut (menahan diri dan tahu situasi)
3.
Dapat
melahirkan generasi penerus baru
4.
Bisa
menyerang pihak lawan dengan tetap memberikan kenyamanan
5.
Walau
terjadi gesekan-gesekan antara kedua belah pihak, namun pada akhirnya semua
bahagia
6.
Setelah
sukses mencapai target, posisi dan kedudukan, tidak berbesar kepala atau
sombong, namun selalu mengecilkan diri.
NB
: Filosofi
ini tidak berlaku untuk penderita impoten.
***
Sekarang kita
analisa, dimana ngawurnya? Kriteria yang disebutkan semuanya menyangkut
hubungan suami istri, prosesi tabu untuk dibicarakan. Semua kriteria memilih
calon pemimpin dianalogikan bak sepasang suami istri sedang bercinta.
Coba kita
renungkan, satu persatu kriterianya, apakah jawabannya benar? Tergantung yang
menilainya sih, akan tetapi terlepas dari hal tabu atau tidak, semua analogi
tersebut sangat relevan dengan kriteria seorang pemimpin yang baik. Renungkan
dan perhatikan baik-baik.
Selanjutnya, aku
juga akan berikan beberapa topik obrolan yang pernah aku temukan dalam acara
dokmong. Baik itu aku ciptakan sendiri maupun aku dapatkan dari lawan-lawan
dokmong.
***
Wooooyyy,
reang duwe batur arane komres !
Lah
sih, bisane dibeluk komres?
Ya
bocahe gaya kaya komandan, kiyeng ngatur, tapi ngature ning hal bli beres, ya
dadine tak beluk bae komres, komandan bli beres.
***
Ya
mundak reang duwe batur arane Doris !
Apa
sih emange, aran doris?
Ya
kaberan bli gah, waktu kerja ning proyek, yen diundang sing arep. Doorr ...
door, diarani mandor. Yen diundang gurine, ris ... risss, diprangsani
sekretaris.
***
Selain ejek-ejekan
soal nama dibingkai dalam guyon-guyon cerdas. Juga bisa dalam bentuk parikan atau wangsalan. Parikan dan wangsalan ini menjadi genre dalam bangun kesastraan dermayu. Badekan wangsalan dan parikan, menjadi primadona sendiri dalam
acara dokmong. Karena banyak mengundang tawa yang hadir dalam acara dokmong.
Berikut ini contohnya.
***
Wajik
legit gulane jawa, rambute sendit barange dawa (tales)
Pitik
walik nguntal watu,wis gaya molak-malik, bli metu-metu (ngileng celengan)
Sega
gurih lawuhe sate ucus, awite bae perih manane alus-mulus (nindik kuping)
Lara
wudun tambane suket, munggah-mudun gawe kemringet (push up)
Weteng
memblung mengko kempes, duwure diambung ngesore teles (ngudang bayi)
Jabur
putu diwadahi piring, yen bli metu-metu, jajala gaya miring (kuping keanjingan
banyu)
Tuku
wedus kanggo wong mlarat, kocoken terus suwe-suwe pasti muncrat. (Buka Coca
Cola)
Ana
marmut seduwure dingklik, pragat di emut, terus dadi mengkerut cilik. (Permen).
Kalajengking
capite loro, saya jengking saya meng jero (wong macul)
***
Demikianlah, mazhab
humor dalam budaya dokmong orang-orang Indramayu. Biasanya dimulai dari kanda
nganggur dan kanda grubug. Meskipun ngawur dan nglantur tapi berisi guyon-guyon
cerdas, yang tak bisa diprediksi, tapi sarat makna. Tembung pamungkas, follow my
twitter @meneerpanqi.
Via
esai
Posting Komentar