Politik | Lagu Aja Sengitan Dan Kejemuan Politik Desa
Disampaikan pada acara "Dwi Tanggap Warsa" Sanggar Kedung Penjalin, Rabu, 31 Maret 2021.
Disclaimer
Tulisan
ini diracik untuk mengetahui pesan moral apa yang terkandung dalam lagu tarling
"aja sengitan". Bedah lirik ini bukan kritik kepada pencipta atau
penyanyi lagunya. Melainkan ruang temu antar-gagasan. Opini ini tentu subyektif
dan tidak menutup kemungkinan adanya silang pendapat.
**
Musik lokal yang hidup dan berkembang dalam suatu komunitas merupakan memori kolektif. Maksudnya, ada gambaran umum dalam benak masyarakat yang diingat bareng oleh sekelompok orang sebagai identitas komunitas.
Demikian juga musik tarling, sudah dianggap sebagai musik daerah bagi Orang Cerbon dan Dermayu.
Sedangkan sisi lainnya, musik adalah bahasa universal. Orang tanpa tahu artinya, bisa saja ikut berjoget meski sekedar goyang-goyang kepala.
Yang lebih lucu, orang bisa ikut sedih, senang dan nangis terbawa alunan bunyi yang mendayu-dayu tersebut.
Menurut ahlinya ahli, bahasa bisa membuat manusia berkomunikasi dan berpikir. Sedangkan bahasa yang digunakan dalam lirik lagu merupakan sastra. Bukan bahasa biasa.
Kok bukan bahasa biasa? Jelasnya, sastra merupakan bentuk ekspresi ide gagasan pencipta atau pengarangnya yang bebas nilai. Mengandung sisi keindahan, gaya bahasa, puitis sekaligus "nandes".
Mengapa Lagu Aja Sengitan
Selain karena diminta untuk membedah lirik lagu tersebut. Juga, ada pertimbangan pribadi. Setidaknya ada tiga alasan.
Pertama, lagu ini lagu politik. Dalam dunia per-tarling-an, jenis lagu politik jarang digarap seniman-seniman. Tercatat, bisa dihitung dengan jari. Tema lagu tarling hanya berputar, soal nasehat, pegat-balen, demenan, selingkuh, sesekali soal 4M (maen, mabok, madon, mbebodo).
Kedua, keunikan gaya bahasa dan diksi. Lagu ini memenuhi teori diksi ahli bahasa Gorys Keraf. Yakni, denotasi, konotasi, kata abstrak, kata konkret, kata umum, kata khusus, kata ilmiah, kata populer, jargon, kata slang, kata asing, dan kata serapan.
Terakhir, sekarang adalah tahun politik. Setidaknya ada 171 desa akan menyelenggarakan pesta demokrasi paling kuno di Indonesia. Pilwu merupakan produk demokrasi paling awal di Indonesia, jauh sebelum ada pilpres dan pilkada.
Momentum ini harus didorong agar para pemilih bisa mengambil pesan dan hikmah yang bisa diambil dari syair lagu tersebut.
Palah-pilih Kata
Kosakata Bahasa Indonesia, (gegabah), (tepat), (maju). Kosakata Basa Jawa Dermayu, (kuwu), (wawu), (meduluran), (sengitan), (pegot), (eman), (tukar), (tangga), (subur), dan (makmur), (lara), (nrima).
Aspek pemilihan kata dalam lirik lagu tersebut ada 15 kata yang berfungsi mengkonkretkan makna, rasa simpati dan penguatan latar tokoh.
Makna yang konkret, bisa ditemui dalam penggambaran yang jelas tentang peristiwa konflik gara-gara pilihan kuwu.
Sedangkan rasa simpati dan penguatan latar tokoh bisa ditemukan dalam syair "aduh...eman sampe pegot meduluran".
Estetis dan Ke-nandes-an
Efek estetis (keindahan) bahasa yang dipilih merupakan kemampuan yang ada dalam diri pencipta atau pengarang dalam menggali, menyajikan dan mengeksploitasi kata-kata.
Soal pemilihan kata-kata sebanyak 15 yang disebutkan di atas dengan sengaja dimunculkan dalam rangka ekspresi gagasan yang didengar, dilihat dan dirasakan pencipta atau pengarangnya.
Contohnya, penggunaan rima. Kuwu-wawu, subur-makmur, eman-meduluran, nrima-gegabah, sangka-lara.
Demi menjaga batas-batas moralitas yang dianut oleh pengarang/penciptanya dipilihlah kata-kata "sampe sengit-sengitan", "sampe pegot meduluran".
Nilai-nilai moral seperti itu menurut pengarang/pencipta lagu harus terus dipelihara dan dijaga. Tali silaturahmi dan jangan ada benci di-antara kita.
Racikan kata sengit-sengitan dan pegot meduluran sangat "nandes". Menjadikan fokus utama fenomena sosial yang mau diangkat.
Tembung Pungkasan
Pengarang/pencipta lagu cukup berhasil memotret fenomena sosial kejemuan politik di desa.
Meskipun jika pakai kacamata berbeda, saya anggap kurang berhasil memotret faktor-faktor penyebab lainnya.
Seolah-olah yang disalahkan hanya masyarakat desa yang tidak akur, saling membenci dan kurang sportif dalam menerima kekalahan calon kuwu yang didukungnya.
Dalam kacamata siasat politik, strategi kemenangan dan meraih kekuasan. Aktor-aktor politik banyak menggunakan cara-cara kurang etis. Menghalalkan segala cara dan curang.
Seperti penggunaan money politic, egoisme keluarga dan pengotoran demokrasi oleh judi taruhan.
Demikian, bedah lirik lagu aja sengitan saya akhiri. Man Sopyan miyang ning Majasih, cukup sekian dan terimakasih.
***
Meneer
Pangky
Dewan
Seni Sanggar Kedung Penjalin dan Pengurus Dewan Kesenian Indramayu.
Posting Komentar