Opini
Sedikit banyak, lebih karena soal waktu dan tempat yang tidak memungkinkan untuk bisa menjadi penonton teater. Salah satunya harus bayar tiket. Salah duanya memang jarang ada pertunjukan teater yang rutin.
Beberapa pemerannya saya kenal. Ucha M. Sarna. Dia orangnya kurang santai. Nampak selalu tergesa-gesa. Barangkali dunia teater memang tidak sesantai sastra. Sesuatu yang jarang saya temukan di kalangan pekerja seni lain. Cukup secangkir kopi dan sebatang rokok. Obrolannya sudah awang-uwung. Ngalor-ngidul.
Sekali pernah saya menikmati ‘wilayut’, pertunjukan Ucha M. Sarna lima tahun yang lalu di Wisma Darma. Gedung kesenian lama. Penonton duduk lesehan. Lampu dimatikan. Dada berdebar ketika ada suara yang menggelegar. Serasa berada di dalam bioskop dengan super dolby speaker.
Lampu sorot yang demikian halus menyedot mata ke atas panggung. Di sana, ada properti pertunjukan sedemikian rupa. Saya menahan nafas. Saya terpesona oleh penampilan Ucha M. Sarna.
Saya sering melihat aktor-aktor film manca negara. Saya rasa Ucha M. Sarna menjiwai betul peran yang dilakoni. Dia berteriak, suara-suara mistis dan menarik-narik jala di lautan. Imajinasi saya terseret di tengah samudera. Sungguh pengalaman yang menarik.
Begitupun besok. Ucha M. Sarna akan kembali tampil dalam ‘antigone’ sebagai kapitan. Entah kapitan Cina atau kapitan Arab. Yang jelas sih kapitan cimplo. Ini kan Bulan Bala. Bulan yang penuh apem cimplo.
Antigone; Theater van Dermayu
Sekaul kanda, teater itu sandiwara modern. Drama modern. Ada yang bilang visualisasi sastra. Sesungguhnya saya kurang tertarik dengan teater. Saya lebih suka film. Asli. Duit saya habis banyak buat beli kuota internet dan layanan premium streaming film.
Sedikit banyak, lebih karena soal waktu dan tempat yang tidak memungkinkan untuk bisa menjadi penonton teater. Salah satunya harus bayar tiket. Salah duanya memang jarang ada pertunjukan teater yang rutin.
Beberapa pemerannya saya kenal. Ucha M. Sarna. Dia orangnya kurang santai. Nampak selalu tergesa-gesa. Barangkali dunia teater memang tidak sesantai sastra. Sesuatu yang jarang saya temukan di kalangan pekerja seni lain. Cukup secangkir kopi dan sebatang rokok. Obrolannya sudah awang-uwung. Ngalor-ngidul.
Sekali pernah saya menikmati ‘wilayut’, pertunjukan Ucha M. Sarna lima tahun yang lalu di Wisma Darma. Gedung kesenian lama. Penonton duduk lesehan. Lampu dimatikan. Dada berdebar ketika ada suara yang menggelegar. Serasa berada di dalam bioskop dengan super dolby speaker.
Lampu sorot yang demikian halus menyedot mata ke atas panggung. Di sana, ada properti pertunjukan sedemikian rupa. Saya menahan nafas. Saya terpesona oleh penampilan Ucha M. Sarna.
Saya sering melihat aktor-aktor film manca negara. Saya rasa Ucha M. Sarna menjiwai betul peran yang dilakoni. Dia berteriak, suara-suara mistis dan menarik-narik jala di lautan. Imajinasi saya terseret di tengah samudera. Sungguh pengalaman yang menarik.
Begitupun besok. Ucha M. Sarna akan kembali tampil dalam ‘antigone’ sebagai kapitan. Entah kapitan Cina atau kapitan Arab. Yang jelas sih kapitan cimplo. Ini kan Bulan Bala. Bulan yang penuh apem cimplo.
Tiketnya Rp. 20.000 di Gedung Kesenian Mama Soegra pada tanggal 23-25 September 2022.
***
Via
Opini
Posting Komentar