![]() |
Ilustrasi Samenleven - beritasatu.com - |
Fenomena samen leven atau kumpul kebo mulai menggelayut masuk kedalam sendi sendi kehidupan kita, bangsa Indonesia. Bak bola salju yang semakin kebawah semakin besar dan tak terbendung. Sedih rasanya, pilu jadinya. Ketika samen leven jadi gaya hidup, otomatis resiko yang muncul adalah adanya kehamilan tanpa diinginkan --KTD.
Jika merujuk dari segi bahasa, hamil
berasal dari bahasa Arab “hamala-yahmilu-hamlan kemudian menjadi hamiilan” yang
berarti membawa, memuat, mengandung. Bagi pasangan suami isteri yang
mendambakan kehadiran momongan kehamilan disambut dengan suka-cita.
Semua
ibu-ibu yang normal menginginkan anak sebagai penerus biologisnya. Hamil itu
sebagai sunatullah kemanusiaan. Manusia sebagai makhluk ter-amanah-kan memiliki
tanggungjawab untuk memakmurkan, memelihara bumi --Memayu Hayuning Buwana.
Tapi
apa mau dikata ternyata ada makhluk Tuhan yang melakukan hubungan badan
kemudian tidak mau menerima konsekuensinya. Korban janji gombal para lelaki yang
tak bertanggung jawab itu kebanyakan dari kalangan pelajar dan mahasiswi.
Setelah
melahirkan, mereka menitipkan bayi di panti karena alasan dana dan aib.
Fenomena semacam ini semakin meningkat dengan meningkatnya video-video porno,
film-film, sinetron-sinetron yang mengumbar syahwat, para remaja putri yang
berpakaian minim, membuka aurat mengikuti trend para selebriti, penjualan
kondom secara bebas, free sex,
control sangat lemah dan seterusnya.
Kita
bahkan terhenyak ketika mendengar angka nasional sekitar 62 % remaja Indonesia
sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dalam statistika bila angka
melampui 50 % maka ditafsirkan sebagian besar. Artinya sebagian besar remaja
kita di Indonesia ini yang katanya mayoritas muslim telah melakukan perbuatan
zina.
Warta
yang lebih mengenaskan lagi, sekitar 2,5 juta wanita hamil melakukan aborsi
tentunya dengan berbagai macam alasan, baik alasan medis, alasan malu hamil di
luar nikah dan alasan masih ingin sendirian-bebas bagai kupu-kupu kertas
(meminjam istilah Ebit G. Ade dan kang Rachedus). Angka ini belum termasuk
aborsi yang dilakukan oleh dukun atau paraji di kampung-kampung.
FANTASTIS,
BOMBASTIS, SPEKTAKULER (kata temannya Tukul Marcella Lumowa) MEMANG !!!!! Yang
aku bayangkan, yang menjadi perenunganku Nantinya Indonesia akan diisi oleh
generasi yang lahir bukan dari hubungan atau ikatan yang sah melalui lembaga
pernikahan tetapi mereka yang akan mengisi negeri ini adalah generasi yang
lahir dari hasil hubungan zina. Subhanallah.
Fenomena
ini menarik, perubahan kultur sudah semakin kentara. Disamping diisi oleh
generasi zina juga akan diisi oleh generasi hasil perkawinan campuran Indonesia
dengan orang asing yang pada akhirnya akan membawa budaya, tradisi kelakuan
mereka ke Indonesia.
Mending
kalau yang dibawa kultur mental, etos kerja tetapi itu sebagai kecil saja. Yang
Nampak dipermukaan adalah budaya westrn (tahu sendiri kan glagatnya orang-orang
asing itu).
Pikiranku,
lamunanku, bayanganku, renunganku tidak menemui jawaban ketika Negeri yang kita
cintai ini akan dipenuhi oleh mereka tetapi kemudian aku tersadar dengan sabda
Nabi “Kullu mauludin yuladu ‘alal
fithroh” Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitroh.
Tetapi
aku miris lagi ketika dalam sabda nya itu dilanjutkan “orang tuanyalah yang membuat anak itu Yahudi, Nashroni atau Majusi”.
Jadi ternyata unsur lingkungan juga memegang peranan penting untuk membentuk
karakter dan kepribadian termasuk lingkungan keluarga. Orang tuanya yang
menganut paham freesex bukan tidak mungkin anak-anaknya juga akan memiliki
pandangan yang sama atau minimal permissive dengan kondisi realitas interaksi
pergaulan sosialnya.
Samen
Leven yang digambarkan dalam sebuah cerita fiksi berikut.
23 tahun setelah Aku lahir dari rahim Ibuku. Kini Aku adalah lelaki dewasa. Aku sudah bisa berjalan sendiri menantang kejamnya dunia. Aku tak lagi menyusu puting ibu, melainkan menyusu puting seorang perempuan yang dulunya orang lain namun sekarang jadi perempuanku. Aku tak lagi diciumi bibir Ibu yang gemas akan imutnya bayiku, namun Aku kini menciumi sintalnya seorang perempuan yang 1 tahun lalu asing namun kini jadi kekasihku. Dulu Aku tinggal dirumah orang tua ku dengan segala rupa afeksi dan kasih cinta keluarga didalamnya, sedangkan sekarang Aku tinggal dibawah atap sebuah istana mungil berukuran 3×4 meter yang konon bernama kamar kost. Sebuah tempat dimana Aku tak lagi merasakan afeksi dan kasih cinta keluarga seperti dulu, namun afeksi itu tergantikan panasnya birahi tiap malam bersama perempuanku yang suka mengerang dan berbisik “sayang” hingga Aku lupa dengan kata “sayang” yang dulu pernah dibisikkan Ibuku ke-cuping telinga. Dan sekarang Dia sedang memanggilku “Sayang”, perempuanku memanggil mengajak memagut kasih di istana mungil. Jadi biarlah ku sambut ajakannya.
Hari ini
mungkin masih ada ayah. Saat ini mungkin masih ada ibu tetapi sepeninggal kami
apa yang Engkau sembah nak! Robbana
hablana min azwajina, wa dzuriyatina qurota a’yun Waj’alnaa lil mutaqinaa
imamaa,,,Amiiin!!! Allah lah Yang Maha Pengatur Segalanya. Aku hanya bisa
merenung dan berusaha membagi renungan ini kepada teman-teman.
Wallahu A‘lam Bi Murodihi (Allah Yang Tahu akan KehendakNYA).
***
Disadur dari tulisan
Posting Komentar
Posting Komentar