![]() |
- http://buletindi.wordpress.com - |
Bukan
aku menyalahkan takdir, bukan pula aku menghujat Tuhan tentang kemalangan yang
kini aku rasakan. Tetapi engkau tahu aku hanyalah lelaki biasa, lelaki yang
masih belajar tentang arti hidup, belajar bersyukur atas ujian yang Engkau
berikan. Entah ujian, entah cobaan hidup yang begitu berat aku rasakan.
Aku
hanya lelaki biasa …
Yang
rindu akan keharmonisan, kehangatan rumah tangga yang dahulu aku rasakan begitu
indah. Aku rindu suara, canda dan tawa yang memenuhi seisi ruang dan relung
jiwaku. Dan pelukannya yang menenangkan batinku, kecupan hangat yang masih
membekas di telapak tanganku. Aku rindu, ketika hidung dan bibirnya mencium
kulit tanganku seusai sholat. Kini tak ada lagi ku temukan.
Aku
hanya lelaki biasa …
Yang
merindukan seorang makmum dalam sholat dan hidupku. Namun apa yang harus aku
jawab ketika tuhan mempertanyakan janji sehidup semati yang kita ikrarkan
disaat Ijab dan Kabul dahulu. Kamu harus tahu, cintaku bukan symbol dari
merpati yang katanya tak ingkar janji, justru merpati yang mudah pergi dan lupa
tuk kembali ke sangkarnya.
Di
sini, aku tunaikan janji ku kepadamu. Bukan semata-mata selepas kepergianmu aku
merasa bebas dari belenggu rumah tangga yang bertahun-tahun kita jalani.
Sungguh mudah bagiku untuk mencari penggantimu, lagi-lagi bukan karena itu.
Hanya
karena aku malu jawaban apa yang akan ku beri ketika tuhan mempertanyakan
kesetiaanku kelak. Terlebih tak ada perempuan lain yang mampu sepertimu,
perempuan yang mengingatkanku disaat aku khilaf dan alfa. Lelaki yang mencintai
aku bukan karena kelebihan yang aku miliki. Justru karena kekurangan itulah
yang menjadi alasanmu untuk menikahiku.
Istriku
...
Percayalah.
Sampai detik ini aku masih merawat cinta yang kau tinggalkan. Tetap kusirami
dengan do’a yang ku panjatkan. Penantian yang begitu panjang hingga nafas ini
tak ada lagi di jiwaku. Tak ada yang aku tuntut untuk mu kelak. Cukup rasanya
engkau menjadi makmumku di dunia dan di akherat nantinya, itulah cita-cita
terakhirku sebagai lelaki yang kau tinggalkan.
Tuhan…
Bila
nanti kau pertanyakan tentang kesetian cinta kami, jangan menjadi satu alasan
untuk kami bisa bertemu lagi di surga yang kau janjikan bagi lelaki-lelaki yang
menjaga cintanya.
Tuhan
...
Cukuplah
diri-Mu yang menjadi penenang dan tempatku menyandarkan diri. Wahai pemilik
jiwa-jiwa yang rapuh, pimpinlah hati untuk senantiasa menyadari diri ini
hanyalah seorang yang penuh dengan noda dosa yang racunnya sudah mengalir
dikujur tubuh atas kenistaan dan kenaifan diri.
***
Posting Komentar
Posting Komentar