Tokoh
Endo, Toto, dan Mama Taham berhasil membawanya kembali ke dunia tari. Mereka membawanya kembali berpentas sampai ke Bandung, Jakarta, Solo, Bali, bahkan beberapa kota di Jepang.
Undangan pentas seperti mengalir dari berbagai tempat, kota, dan negara. Kekayaan karakteristik topeng ia suguhkan dan banyak diapresiasi. Rasinah adalah harta karun yang lama terpendam di bawah samudra dunia.
Setelah generasi tari topeng Indramayu – Cirebon, dari Ibu Suji, Ibu Dewi, hingga Ibu Sawitri, kemunculan Rasinah adalah fenomena tersendiri. Berbagai penghargaan diterimanya, dari tingkat kabupaten, provinsi, nasional, hingga internasional.
Harta karun itu bukan hanya milik Indramayu, Jawa Barat, dan Indonesia, melainkan juga dunia internasional. Rasinah yang akrab dipanggil Mimi Rasinah (lahir di Indramayu, 3 Februari 1930 – meninggal di Indramayu, 7 Agustus 2010 pada umur 80 tahun) adalah seorang maestro tari topeng.
Dari kecil Mimi sudah menggeluti tari topeng yang diajarkan ayahnya. Pada umur 5 tahun ia sudah diajarkan menari oleh ayahnya yang berprofesi sebagai dalang dan ibunya yang berprofesi sebagai dalang ronggeng.
Menginjak Mimi Rasinah berusia 7 tahun, ia mulai berkeliling untuk bebarangan atau mengamen tari topeng. Ketika bangsa Jepang sampai ke Indramayu, rombongan topeng ayahnya dituduh oleh Jepang sebagai mata-mata, sehingga semua aksesori tari topeng dimusnahkan oleh bangsa Jepang hingga hanya satu topeng saja. Pada agresi yang kedua dengan tuduhan yang sama, ayahnya tewas ditembak oleh Belanda.
Kekayaan filsafat dan cermin karakter manusia pada tari topeng agaknya tidak selalu beriringan dengan kesukaan masyarakat yang cenderung memilih jenis kesenian yang bersifat lebih menghibur, lebih wah, nge-tren, dan nge-pop.
Sejak dasawarsa 1980-an tari topeng mulai jarang ditanggap. Rasinah tentu tidak mungkin lagi menari Klana yang beraroma kesombongan dunia, keangkuhan penguasa, dan kepongahan sang angkara murka.
Di pekuburan tepi pematang sawah itu mungkin terlintas ada tarian Panji yang halus dan lembut sebagai pengembaraan sukma yang impresif dan utuh, seperti bayi baru lahir dalam gambaran kedok putih-bersih.
Selamat jalan, sang maestro!
Biografi | Mengenang Maestro Topeng 'Mimi Rasinah'
Mimi Rasinah (1930-2010). Foto/Nang Sadewo |
Undangan pentas seperti mengalir dari berbagai tempat, kota, dan negara. Kekayaan karakteristik topeng ia suguhkan dan banyak diapresiasi. Rasinah adalah harta karun yang lama terpendam di bawah samudra dunia.
Setelah generasi tari topeng Indramayu – Cirebon, dari Ibu Suji, Ibu Dewi, hingga Ibu Sawitri, kemunculan Rasinah adalah fenomena tersendiri. Berbagai penghargaan diterimanya, dari tingkat kabupaten, provinsi, nasional, hingga internasional.
Harta karun itu bukan hanya milik Indramayu, Jawa Barat, dan Indonesia, melainkan juga dunia internasional. Rasinah yang akrab dipanggil Mimi Rasinah (lahir di Indramayu, 3 Februari 1930 – meninggal di Indramayu, 7 Agustus 2010 pada umur 80 tahun) adalah seorang maestro tari topeng.
Dari kecil Mimi sudah menggeluti tari topeng yang diajarkan ayahnya. Pada umur 5 tahun ia sudah diajarkan menari oleh ayahnya yang berprofesi sebagai dalang dan ibunya yang berprofesi sebagai dalang ronggeng.
Menginjak Mimi Rasinah berusia 7 tahun, ia mulai berkeliling untuk bebarangan atau mengamen tari topeng. Ketika bangsa Jepang sampai ke Indramayu, rombongan topeng ayahnya dituduh oleh Jepang sebagai mata-mata, sehingga semua aksesori tari topeng dimusnahkan oleh bangsa Jepang hingga hanya satu topeng saja. Pada agresi yang kedua dengan tuduhan yang sama, ayahnya tewas ditembak oleh Belanda.
Kekayaan filsafat dan cermin karakter manusia pada tari topeng agaknya tidak selalu beriringan dengan kesukaan masyarakat yang cenderung memilih jenis kesenian yang bersifat lebih menghibur, lebih wah, nge-tren, dan nge-pop.
Sejak dasawarsa 1980-an tari topeng mulai jarang ditanggap. Rasinah tentu tidak mungkin lagi menari Klana yang beraroma kesombongan dunia, keangkuhan penguasa, dan kepongahan sang angkara murka.
Di pekuburan tepi pematang sawah itu mungkin terlintas ada tarian Panji yang halus dan lembut sebagai pengembaraan sukma yang impresif dan utuh, seperti bayi baru lahir dalam gambaran kedok putih-bersih.
Selamat jalan, sang maestro!
***
Via
Tokoh
Posting Komentar