biografi
[Bio] Mengenang Maestro Topeng 'Mimi Rasinah'
Mimi Rasinah. Photo by Nang Sadewo |
Mimi Rasinah (1930-2010). Endo,
Toto, dan Mama Taham berhasil membawanya kembali ke dunia tari. Mereka membawanya
kembali berpentas sampai ke Bandung, Jakarta, Solo, Bali, bahkan beberapa kota
di Jepang.
Undangan
pentas seperti mengalir dari berbagai tempat, kota, dan negara. Kekayaan
karakteristik topeng ia suguhkan dan banyak diapresiasi. Rasinah adalah harta
karun yang lama terpendam di bawah samudra dunia.
Setelah
generasi tari topeng Indramayu – Cirebon, dari Ibu Suji, Ibu Dewi, hingga Ibu
Sawitri, kemunculan Rasinah adalah fenomena tersendiri. Berbagai penghargaan
diterimanya, dari tingkat kabupaten, provinsi, nasional, hingga internasional.
Harta
karun itu bukan hanya milik Indramayu, Jawa Barat, dan Indonesia, melainkan
juga dunia internasional. Rasinah yang akrab dipanggil Mimi Rasinah (lahir di
Indramayu, 3 Februari 1930 – meninggal di Indramayu, 7 Agustus 2010 pada umur
80 tahun) adalah seorang maestro tari topeng.
Dari
kecil Mimi sudah menggeluti tari topeng yang diajarkan ayahnya. Pada umur 5
tahun ia sudah diajarkan menari oleh ayahnya yang berprofesi sebagai dalang dan
ibunya yang berprofesi sebagai dalang ronggeng.
Menginjak
Mimi Rasinah berusia 7 tahun, ia mulai berkeliling untuk bebarangan atau
mengamen tari topeng. Ketika bangsa Jepang sampai ke Indramayu, rombongan
topeng ayahnya dituduh oleh Jepang sebagai mata-mata, sehingga semua aksesori
tari topeng dimusnahkan oleh bangsa Jepang hingga hanya satu topeng saja. Pada
agresi yang kedua dengan tuduhan yang sama, ayahnya tewas ditembak oleh
Belanda.
Kekayaan
filsafat dan cermin karakter manusia pada tari topeng agaknya tidak selalu
beriringan dengan kesukaan masyarakat yang cenderung memilih jenis kesenian
yang bersifat lebih menghibur, lebih wah, nge-tren, dan nge-pop.
Sejak
dasawarsa 1980-an tari topeng mulai jarang ditanggap. Rasinah tentu tidak
mungkin lagi menari Klana yang beraroma kesombongan dunia, keangkuhan penguasa,
dan kepongahan sang angkara murka.
Di
pekuburan tepi pematang sawah itu mungkin terlintas ada tarian Panji yang halus
dan lembut sebagai pengembaraan sukma yang impresif dan utuh, seperti bayi baru
lahir dalam gambaran kedok putih-bersih.
Selamat
jalan, sang maestro !!
***
Via
biografi
Posting Komentar