Proses Kreatif
Jamiyah Samiaji - Sami-sami Pada Ngaji
Lambang Jamiyah Samiaji. Meneer Panqi, Maret 2016. |
Lambang
Jamiyah Samiaji sepenuhnya terinspirasi dari Baitul Maqdis, yakni kubah dengan
delapan sisi yang dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 685
M.
Ruh
inspirasi ini kemudian disederhanakan dalam sebuah gambar supaya lebih
aplikatif dan mudah dimengerti. Sedangkan maknanya merupakan sebuah
kesempurnaan, khatam, menuju segala arah.
Kemuliaan para ahli ilmu, dimana
mencari ilmu merupakan perintah Nabi SAW. Bahkan, jauh sebelum orang barat
mengatakan long life education.
Inspirasi
ini tentu relevan dengan Majelis Ilmu Jamiyah Samiaji yang menyatukan para
fakir ilmu duduk dalam satu majelis. Tidak terbatas umur, jarak, dan status.
Harapan seperti itulah yang menjadi spirit dalam lambang ini.
Berikut
adalah deskripsi lengkapnya. Makna dari elemen-elemen yang ada pada lambang
tersebut.
Unsur
Bentuk
Bentuk
JS adalah akronim dari Jamiyah Samiaji. Sedangkan samiaji adalah akronim dari sami-sami
pada ngaji. Sebuah kalimat ajakan dalam bahasa Jawa Dermayu yang artinya
bareng-bareng mengkaji.
Samiaji
juga merupakan salah satu tokoh wayang, ia adalah Prabu Amarta, anak sulung
Pandu Dewanata, dan kakak tertua dari pendawa. Tokoh santun tapi tegas,
pemegang pusaka layang kalimasada. Pusaka tanpa tanding dalam dunia
pewayangan, lambang ketauhidan.
Bentuk
oktagon atau segi delapan adalah simbol Islam di Kubah Baitul Maqdis. Juga, melambangkan
khatam dan kesempurnaan arah. Islam adalah agama sempurna. Untuk segala bangsa,
karena Islam adalah rahmatan lil’alamin.
Bentuk
buku atau kitab dari samping, menyimbolkan bahwa Jamiyah Samiaji memfokuskan
diri pada majelis ilmu. Mengkaji dan mempelajari bangun keilmuan Islam. Dalam
Islam derajat ahli ilmu lebih tinggi daripada ahli ibadah.
Unsur
Warna
Lambang
Jamiyah Samiaji hanya menggunakan dua warna, hitam dan kuning keemasan. Simbol
antara kemuliaan (kuning emas) dan istiqomah (hitam).
Warna
jingga atau kuning emas juga merupakan warna kertas yang lazim digunakan dalam
kitab-kitab gundul. Terutama, pada kalangan pesantren lebih dikenal dengan
sebutan kitab kuning dalam pengajian sorogan.
Secara kultural, kitab
kuning adalah kitab utama yang dikaji dalam dunia santri khususnya di Jawa.
***
Via
Proses Kreatif
Posting Komentar