proses kreatif
Aku ditampar Sahabatku
![]() |
Logo LBH Indramayu, 2016. |
Namanya
Tarmudi, namun aku biasa memanggilnya dengan sebutan “mud”. Dia sahabatku dari
Desa Kertawinangun, Kandanghaur. Jika ngomong ya khas banget logat
‘dermayon-nya’. Setelah selesai kuliah hukum ia pulang kampung, aktivitasnya
sekarang menjadi Direktur LBH Indramayu. Kami lama tak jumpa, perjumpaan
terakhir dengannya tahun 2007.
Dari
namanya, bisa ditebak sahabatku ini dermayon tulen. Jadi, jangan heran kalo
ngomong ya ‘tosblong’ banget. Tidak pake rem, blak-blakan aja. Sejak kecil ia
mengidolakan tokoh wayang ‘Jagal Abi Lawa’, yakni nama muda Raden Bima. Saking gandrung-nya dengan Jagal Abi Lawa,
kepribadiannya pun nggak beda dengan tokoh Raden Bima. Kalo ngomong ya kasar, keras,
apa adanya, dan nggak mau bohong.
Lucunya,
meski kepribadian mirip dengan Raden Bima. Tapi, badannya kecil. Jauh banget
dengan Raden Bima yang tinggi dan gagah perkasa. Tarmudi ini pendek, dari
penampilannya nggak meyakinkan banget. Hahhahaa. Itu satu-satunya kekurangan
yang dimiliki. Kalo urusan ilmu hukum dan ngomong, wah jangan tanya. Siapapun
bakal ciut nyalinya saat berbantai argumen?
Karena lama
nggak jumpa, kami pun melepas kangen. Ngobrol ngalor-ngidul nggak jelas. Kopi
item terasa gurih pada saat menemani obrolan kami. Sudah dua gelas kami
habiskan. Obrolan mengalir begitu aja. Tanpa beban.
Suatu hari,
Tarmudi mengunjungiku lagi dan berkata. “Neer,
aku butuh bantuanmu, begini dan begitu!”.
“Oh, silahkan. Siap mud”.
Kemudian aku
bantu Tarmudi, membuatkan segala kebutuhan lembaganya. Dia tertarik untuk
mengembangkan grand design brand LBH Indramayu yang baru saja ia dirikan. Dia
setuju, untuk mengenalkan lembaga baru itu butuh perencanaan konsep brand yang benar. Semua kebutuhannya
selesai kubuat. Lalu, pada suatu hari kami bertemu kembali.
“Neer,” Tarmudi memulai pembicaraan.
“Ya mud?”
“Wis beres?”
“Beres. Kien CP, BC, lan kien konsep brandinge”
“Oiya mud, reang kan bli ngerti-ngerti temen ning aran hukum, apa
sing gawe sira ketarik ning bidang kien?”
“Neer, praktik budaya hukum ning Indonesia kan gawe ngelus dada.
Wong darkum, sing sadar hukum kan masih setitik pisan. Lamon hukum karma ya
ngerti kabeh”.
“Hahahahhaa, aduuuuuh rainira kih yen ngomong”.
“Ya, makane gawe LBH kien kanggo bantu rakyat. Utamane wong mlarat
sing kesangkut hukum. Padahal secara konstitusi negara mengatur hak-hak
rakyatnya untuk mendapatkan bantuan di depan hukum. Dadi, sebeline ilmu reang
bisa manfaat kanggo menusa sejene”.
Aku langsung
tertegun mendengar jawabannya. Kagum dengan segala impiannya. Berbuat sesuatu
yang bermanfaat untuk sesama makhluk-Nya. Hidup harus meninggalkan karya.
Rumput saja bermanfaat untuk hewan ternak, ternak pun bermanfaat untuk manusia.
Manusia ya harus bermanfaat untuk manusia lainnya.
Astaghfirulah!
Aku seperti ditampar. Sudah kaya, lalu untuk apa? Sudah terkenal, lalu
setelahnya apa? Hanya sampe disitukah? Kok terlalu mentingin diri banget. Aku
lama merenung. Selepas pertemuan itu hatiku gelisah. Pikiranku hanya
berputar-putar tentang itu melulu. Semakin sering memikirkan, kagumku makin
bertambah.
Tuhan memang
luar biasa, nama yang kedenger kampung banget ‘Tarmudi’ namun impiannya mulia
sekali. Tubuhnya yang kecil, yang jauh banget dari kata gagah, ternyata tak
sekecil impiannya. Allah menegurku setelah itu, membukakan mataku lebar-lebar.
Aku yang selalu gumede dan gumagus nggak ada artinya apa-apa
dibandingkan dengan Tarmudi.
Diri yang
merasa kreatif dan hebat ini belum menghasilkan apa-apa yang berarti untuk
sesama. Namun tak kuduga, seorang Tarmudi sudah mendirikan lembaga nirlaba. Bayangkan
untuk administrasi saja, pendirian sebuah LBH, biayanya nggak sedikit. Tapi, ia
yakin rejeki akan datang dari pintu lainnya. LBH ini hanya untuk membantu
mereka saja yang membutuhkan. Nirlaba.
Setiap orang
memang punya kompetensi dan mimpi-mimpi sendiri. Sahabatku salah satunya, ia
bermimpi besar. Ia ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa generasi muda
Indramayu bukan generasi kelas dua yang nggak berani mimpi besar.
Aku berdoa
sama Allah semoga tulisan ini banyak dibaca orang Indramayu lalu dibagikan. Barangkali
ada sedulur batur di Indramayu yang
sedang membutuhkan bantuan hukum, bisa menghubungi sahabatku. Ia siap sedia
membantu, bahkan berjanji padaku jika orang nggak mampu malah gratis.
Dari
pertemuan itu, sahabatku sendiri telah menamparku.
***
Meneer Panqi, Founder Markpreneur.
Via
proses kreatif
Posting Komentar