legenda
Asal-Usul Ki Buyut Urang Di Pamayahan
Pada
zaman dahulu ada seorang pangeran bernama Gedeng Pasir. Dia menuntut ilmu
kepada Pangeran Cirebon selama 3 tahun. Pada suatu hari Ki Gedeng Pasir disuruh
membersihkan pekarangan, tetapi si pembantu itu ingin menguji Pangeran Cirebon.
Seharusnya
rumput yang dibersihkan malah tanaman pisang yang dibersihkannya sampai tak
tersisa. Ki Gedeng Pasir dimarahi dan diminta mengembalikan pohon pisang
tersebut. Pagi harinya pohon pisang itu hidup kembali.
![]() |
Situs Makam Ki Buyut Urang Pamayahan. Credit to Akhmad Fauzi, 2011. |
Melihat
kejadian itu pangeran berkesimpulan bahwa muridnya itu bukan orang sembarangan.
Lama kelamaan orang itu disuruh pindah ke sebelah barat, istri kedua sang
pangeran pun dibawa, rupa-rupanya istri kedua tersebut memendam rasa kepada Ki
Gedeng Pasir.
“Pergilah cepat-cepat
pada hari ini juga, pesanku seandainya dalam perjalanan nanti kau terjerembab
maka berilah nama tempat itu Depok, dan jangan lupa berhati-hatilah terhadap
istriku ini karena sedang mengandung 3 bulan, perempuan ini akan melahirkan seorang
putri turunan ratu”.
“Baiklah Pangeran”, jawab pembantu itu.
Beberapa
waktu kemudian perempuan itu melahirkan bayi. Ceritanya bayi itu sudah besar
dan sudah pandai pula bercakap-cakap. Ia menanyakan pada ibunya.
“Ibu, mengapa saya
diberi makan nasi setiap hari begini saja?”, ibunya menjawab.
“Nang Cirebon”.
Anak
itu jadi tidak sabar lagi mendengar berita yang demikian, maka ia pun ingin
pergi, tetapi tidak tahu tujuan, akhirnya sampailah di sebuah hutan.
Di
hutan ia berjumpa dengan Raja Sumedang, kemudian ditanyakan asal-usul anak
tersebut.
“Duh Gusti, aku adalah
anak hutan, yang tak punya ayah dan ibu, lagi pula aku tak bernama”. Demikian jawab anak
itu.
Raja
berkata pula, “Saya mau mengurus engkau,
asalkan mau mengambil dugan (kelapa muda), tetapi tidak boleh dengan perantara
benda lain, manjatpun tidak boleh, engkau harus memetik dugan itu”.
Mendengar
jawaban demikian anak tadi menangis karena sedihnya. Dibawah pohon kelapa itu
ia menangis sambil mengusap-usap pohon itu, tiba-tiba pohon itu menjadi agak
pendek. Anak itu aneh melihatnya, dengan gembira ia memetik dugan itu kemudian
diberikannya kepada raja sumedang.
Raja
kagum melihat anak itu dapat memetik kelapa muda tanpa pertolongan benda lain,
tapi akhirnya anak itu diusir. Maka pergilah anak itu sambil menangis sepanjang
jalan karena sedih. Ahkirnya sampailah ke desa Bewak (pinggir kali Cimanuk).
Melihat
sungai, anak tadi ingin bunuh diri dengan tejun ke air. Bebehari hari ia hanyut
terbawa arus sungai. Sampailah ia di Desa Pamayahan, kebetulan waktu itu ada
Lebe mau mengambil air wudlu untuk sembahyang, ia melihat akan anak laki-laki yang
hanyut hanyut itu.
Maka
anak itu diangkatnya, kemudian ditanya anak siapa. Anak itu menjawab bahwa
tidak punya ayah dan ibu, lagipula belum punya nama. Sejak itulah maka anak itu
disebut Urang, karena diperolehnya dari sungai.
Seiring
berjalannya waktu, Si Lebe terus mengasuh dan mendidiknya. Tak terasa sekarang
sudah besar, Lebe bermaksud akan mengawinkan urang dengan anaknya. Si Urang
setuju, sebagai balas jasa kepada si Lebe. Setelah menjadi menantu pak Lebe.
Pada suatu hari urang disuruh mengambil air, tetapi perbuatan urang itu aneh
sekali, dia mengangkat air dengan keranjang.
Perbuatan
si Urang dikagumi semua orang di kampung itu, sehari-hari orang membicarakan hal
ikhwal si Urang. Akhirnya berita itu menjadi buah bibir di Desa Pamayahan,
ternyata Si Urang itu bukan orang yang sembarangan. Si Lebe pun tidak lagi
menugasi menantunya untuk mengambil air di sungai.
Beberapa
tahun kemudian, si Urang sudah punya anak dua orang laki-laki dan perempuan,
diberi nama Bagus Rangin yang laki-laki, sedang yang perempuan di angkat
menantu oleh orang Sumber. Pada suatu hari penganten itu ‘ngirim’ ibunya ke Pamayahan.
Ditengah
jalan ada yang menghadangnya, perempuan itu di bunuhnya. Sebelum mati ia
berpesan berilah nama tempat itu Lajer. Penganten tadi memakai sanggul kembang,
sanggul tersebut jatuh ke tanah. Tempat jatuhnya sanggul kembang, sebagai
penanda tempat tersebut dinamakan ‘wanasari’ (wana : hutan, sari : wangi
dari bunga).
Penganten
pria lari dikejar perompak yang menghadang, lambat laun jatuh juga, lalu
badannya dimutilasi, tempat disiksa kemudian diberikan nama, gadel. Makna gadel
adalah iris-irisan.
Pangeran
Cirebon mendengar berita bahwa keturunannya ada di pamannya, bahkan sudah
mempunyai anak, maka ia pun mengutus rakyatnya untuk membunuh Bagus Rangin di
Pamayahan. Sedangkan kepalanya harus di bawa ke Cirebon. Si Urang takut
mendengar berita itu, lalu anaknya di suruh pergi ke sebelah barat Pamayahan.
Kalau
ada kebon ceplik berhentilah disitu dan bertapalah disitu kemudian tempat itu
terkenal dengan nama Melanggangan. Disitu ia bertemu dengan utusan dari
Cirebon, dikatakannya bahwa dia disuruh Pangeran Cirebon untuk membunuh Bagus
Rangin.
Tegalan
kebon ceplik itu kemudian dinamakan ‘Larangan’. Anak itu dipotong kepalanya dan
di bawa ke Cirebon. Setibanya di Cirebon kepala itu berubah manjadi batang
pisang.
Itulah
akibat orang yang berbuat jahat, akan dibalas dengan kejahatan pula. Sebelum
Bagus Rangin meninggal, dia berpesan supaya dikubur di Pamayahan dan tempat itu
minta diberi nama Ki Buyut Urang. Sampai sekarang Ki Buyut Urang ini masih
diperingati, terutama tiap-tiap tanggal 12 Maulud. [1]
***
[1]
Wawancara dengan Bapak Amin (Pamayahan)
Via
legenda
Dua blog saya baca, sama ngawurnya cerita seperti ini. Telusurilah sejarah dari ahli sejarah. Jangan asal orang tua. Karena umur tidak mengandung ilmu dan ilmu tidak mengandung umur.
BalasHapusDongeng, legenda dan sejarah itu tidak sama. Meski saling bertalian. Terimakasih sudah berpendapat.
BalasHapus