Menjadi
seorang guru dan punya murid, telah mengajariku sesuatu. Memang pengalaman itu
guru terbaik, pepatah tersebut benar adanya. Belakangan ini aku dihadapkan
sebuah masalah, protes besar dari murid-muridku.
Ternyata, setiap ucapan guru itu harus sesuai dengan apa yang disampaikan kepada murid. Sedikitpun tidak
boleh melenceng. Itu namanya pembenaran.
Misalnya,
kemaren aku membuat peraturan jangan terlambat. Bagi siapa saja yang telat akan
dihukum dengan membersihkan sawang, kaca, ataupun menyapu.
Sekali waktu
aku datang terlambat, murid-muridku protes minta peraturan itupun berlaku
untukku. Ya, jadi terpaksa gurunya nyapu. Nih, murid ngerjain gurunya ya!
Tobaaaaaaaaaaaat ... tobaaaaaaaaat. Hahahha.
Tapi,
memang begitu seharusnya. Kita sebagai guru harus memberikan teladan. Anak-anak
itu harus diajari sikap idealis dan konsisten. Idealis dengan aturan yang
berlaku dan konsisten dengan apa yang diucapkan.
Kan
lucu, ngajarin muridnya jangan makan berdiri. Eeeee, gurunya kalo makan kadang
masih berdiri. Demikian juga, saat mengajari murid untuk disiplin waktu, kita
sendiri masih suka terlambat.
Nah,
coba sekarang kita berpikir. Masih banyak kah hal sepele begini terkadang tidak
lagi diindahkan? Cuek dan acuh tak acuh. Guru terlalu asyik menyalahkan
siswanya, mengapa begini? Mengapa begitu?
Sekolah
kan mirip sebuah pabrik. Dan mesinnya itu adalah guru, Jika produk yang
dihasilkan kualitasnya tidak baik, itu yang nggak bener adalah mesinnya. Bisa
saja ada gangguan teknis, macet dan kerusakan onderdilnya.
Ya
... demikianlah kata kasarnya. Ini aku kutip dari perkataan seorang pakar
pendidikan di Jerman yang kubaca dalam blog resminya.
Aduuuuuuuuuuuuh,
ampun-ampuuuuuuuuuuuuun tobat. Ini tamparan untuk-ku! Terimakasih ini
menyadarkanku.
***
Posting Komentar
Posting Komentar