![]() |
Tjimanoek Sign di Centrum Indramayu. Sumber : Kusnadi |
Lucunya,
ada yang dituangkan dalam rencana jangka panjang, ada pula yang hanya ikut
latah, kata wong dermayu “demenyar-demen barang sing anyar”.
Selang ada lagi yang baru ya ikut lagi tren yang baru tersebut, instan.
Lebih-lebih, kadang masing-masing daerah itu terjebak dalam konteks pariwisata.
Mereka perlu membuat city branding hanya untuk mengundang para wisatawan
berkunjung ke daerahnya itu.
Kota
yang Bahagia
Kota,
sejatinya merupakan komunitas yang tertata.Baik secara fisik, psikis, maupun
interaksi sosialnya. Kota menjadi tempat lahir, tumbuh, dan berkembangnya
peradaban. Di sinilah nilai-nilai disemai dalam sejarah yang panjang.
Oleh
karena itu, city branding tidak bisa instan. Brand value yang
dipaparkan harus lahir dari nilai yang mengakar pada masyarakat. Sehingga, strategi
branding tersebut, nantinya akan mengalir selaras dengan kehidupan
masyarakatnya.
Masyarakat
harus dilibatkan, dan bahagia terlibat didalamnya. Sehingga sejak awal
masyarakat ikut memetakan skala prioritas potensi kotanya. Potensi paling
strategislah yang akan menjadi pembuka jalan bagi tahapan city branding
selanjutnya.
Selama
ini, kesadaran city branding masih secara organik, belum tumbuh.
Pemerintah sendirian merancang segalanya. Dan masyarakat kaget dengan
perkembangan kotanya yang serba tiba-tiba. Akibatnya, banyak kebijakan publik
yang digagas pemerintah menjadi pemicu masalah baru di masyarakat.
![]() |
Enjoy Jakarta. Sumber : www.jakarta-tourism.go.id |
City
branding
harus memanusiakan komunitas yang terlibat di dalamnya. Bayangkan, betapa
ironisnya city branding “Enjoy Jakarta!” yang sama sekali tidak
relevan ketika macet dan banjir melanda. Bagaimana bisa enjoy,jika kotanya
tidak bahagia. Apakah “Enjoy Jakarta!” cukup diukur dari sukses pesta diskon
besar-besaran yang setahun sekali dirayakan? Tentu tidak.
Nilai
yang Unik
Jangan
terjebak dengan pariwisata. Ada banyak perspektif yang bisa digunakan untuk
membangun city branding. Indramayu misalnya, bisa menawarkan keunggulan
kompetitifnya di bidang pendidikan dan pariwisata. Jika perspektif ini yang dipilih, bisa jadi
fasilitas pendukung edukasilah yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan,
ketimbang memperbanyak hotel dan mol.
Misalnya
menjadikan Hutan Mangrove Karangsong sebagai aset branding bagi riset ilmu kelautan.
Atau menjadikan aktivitas nelayan dan petani sebagai aktivasi branding yang lebih
edukatif, dengan cara melibatkan pengunjung awam. Tentu dengan pendampingan dan
skala keterlibatan yang terukur. Sebab mengapa? Karena ke depan Indramayu akan menjadi kota mati, setelah dibukanya jalur tol trans Jawa, Cikapali.
City
branding yang unik seperti ini, harus terus ditumbuhkan di Indonesia. Agar
kekayaan destination branding yang dimiliki Indonesia tidak terjebak pada
perspektif yang sama. Sekedar menginventarisasi situs kuno, aset cagar budaya,
kekayaan alam, varian kuliner, koleksi hotel dan mol, lalu sudah merasa cukup
untuk mempromosikannya dengan label city branding.
Bila
ini yang terjadi, maka city branding yang dimiliki daerah-daerah di Indonesia,
tidak akan pernah kompetitif ketika bersanding dengan negara lain. Sangat
disayangkan bukan!
![]() |
No High Heels di Situs Purba Yunani. Sumber : Face Blog |
Untuk
city branding yang mengandalkan situs kuno misalnya, bisa jadi kita sudah
tertinggal jauh dari Yunani. Pemerintah Yunani sudah bisa menarik perhatian
dunia, hanya dengan mengirim pesan branding melalui larangan wisatawan memakai
sepatu hak tinggi saat mengunjungi situs kuno.
Alasannya,
hujaman hak tinggi tersebut lebih beresiko merusak batu situs, bahkan dibanding
injakan kaki gajah. Hal serupa juga dilakukan oleh otoritas Roma. Mereka
melarang pengunjung Colosseum membawa makanan dan minuman, karena bercaknya
yang melekat di batu akan sulit dibersihkan.
![]() |
Night in Colosseum. Sumber : www.pcwallart.com |
Aturan
tersebut sebenarnya mengajarkan bahwa dalam mengembangkan city branding,
harus menggunakan brand value yang unik. Karena nilai unik tersebut
melekat pada aset branding yang perlu perlakuan khusus, maka aturan
tersebut lahir. Kesadaran brand value semacam inilah yang sebaiknya
ditumbuhkan.
Sehingga,
nantinya selain melindungi aset branding, aturan tersebut sekaligus juga
menjadi paparan keunggulan kompetitif, sekaligus membangun kesadaran baru yang
mengesankan. Dan kesan tersebut nantinya tidak sekedar sebagai pembeda, namun
juga sebagai pelekat pesan branding di benak target sasarannya.
Pendekatan
brand value yang unik semacam inilah yang belum digali oleh hampir semua
daerah di Indonesia yang sedang gandrung kapilayu membangun city
branding-nya. Karena itu, tidak heran jika banyak aset branding berupa
situs atau kekayaan alam yang justru rusak oleh eksploitasi pariwisata yang
serampangan.
Padahal,
jika itu dikemas dalam perspektif riset keilmuan, justru akan memiliki nilai
tambah yang lebih besar. Tidak hanya finansial, namun juga reputasi baik yang
mendunia.
Bagaimana
dengan Indramayu?
Ketika
daerah-daerah lain sudah menata kotanya dengan city branding. Kabupaten
di Pantura Jawa Barat ini malah seakan cuek bebek, tak peduli.
Apakah memang
belum sadar betapa pentingnya menata kota dengan city branding atau memang
sudah membuat grand design city branding? Tapi kok, jika benar. Aku sebagai
warga Indramayunya belum tahu apa sih city branding yang diperkenalkan?
![]() |
Logo Resmi Hari Jadi Indramayu 486, 487 dan 488 yang selalu berubah tiap tahun. |
Hal
ini, bisa terlihat dalam berbagai logo tahunan ulang tahun Indramayu yang masih
berubah-ubah tanpa konsep yang jelas. Tahun 2013, dengan brandline “Indramayu
Remaja”, 2014 dengan no brandline, sedangkan tahun kemaren 2015 brandline-nya
adalah “Majulah Indramayu”.
Dulu
bahkan sewaktu masih kecil, kita sudah punya brandline “Indramayu Mulia
Asri, makin ayu makin berseri”. Nah, kok malah tidak diteruskan ya. Malah
gonta-ganti seperti orang lagi bingung saja, plin-plan. Tidak Konsisten.
Tentu
sangat disayangkan, padahal branding yang legendaris dan mampu
bertahun-tahun, puluhan bahkan ratusan tahun, tidak muncul begitu saja. Tetapi
mereka melakukan langkah-langkah yang terencana, jelas, dan berbeda dengan para
pesaingnya.
Demikian
juga agar mempunyai city brand yang kuat, sebuah daerah harus memiliki
karakteristik khusus yang bisa dijelaskan dan diidentifikasikan. Misalnya
tampak fisik kota, pengalaman orang terhadap daerah tersebut, dan penduduk
seperti apa yang tinggal di daerah tersebut.
![]() |
Berbagai brand logo di kota-kota Indonesia. |
Branding yang Asyik
Nilai
unik harus disertai branding yang asyik agar komunikatif. Jangan pernah
memetakan strategi branding-nya asal jadi tanpa grand design concept.
Branding
itu perlu menemukan nilai unik yang mendefiniskan tentang daerahnya. Kadang
meskipun sudah menemukan brand value uniknya, kita gagal mengenali siapa target
komunikasi branding-nya. Sehingga mereka juga menjadi kesulitan
merancang pesan yang harus disampaikan. Hasilnya, semua foto dimasukkan.
Semua
kalimat dituliskan. Dan sekali lagi jangan lupa, foto pejabatnya ikut nampang
dengan ukuran yang lebih besar ketimbang kampanye city branding-nya.
Fatal!
![]() |
Malaysia Truly Asia. Sumber : www.tourism.gov.my |
Sering
orang bilang, kalau mau melancong ke luar negeri, jangan ke Malaysia. Karena
koleksi destinasinya tidak sekaya Indonesia.Tapi kenapa orang Indonesia masih
berbondong-bondong terbang dengan Air Asia ke sana? Karena “Malaysia Truly
Asia”.
![]() |
Your Singapore. Sumber : www.yoursingapore.com |
Pada
kesempatan yang lain lagi, orang juga bilang bahwa Singapura tidak menarik
disambangi, karena negara rasanya mol semua. Namun, tetap saja jutaan orang
penasaran ke Negeri Singa. Ternyata, gara-gara brandline mereka “Your
Singapore”. Sehingga rasanya Singapura adalah kita.
***
Meneer
Panqi
Penulis,
pemerhati budaya, dan konsultan media kreatif. Founder ME Trip. Banyak
bekerjasama dalam dunia branding, design, dan media sosial.