![]() |
Sungai yang bersih dan jalan raya yang tertib. KITLV, 1925. |
Di
desaku, Tugu. Desa tempat aku lahir dan besar, mengajariku soal bagaimana
budaya bersih. Aku dapati perilaku masyarakat terhadap kebersihan lingkungannya
masih jauh dari bersih. Aku pribadi juga belum benar-benar bisa menerapkan budaya bersih
dalam kehidupan sehari-hari.
Wong desa,
memang masih permisif dengan kebersihan lingkungan. Kami, wong desa—kurang memiliki tradisi kebersihan lingkungan. Bisa kita
lihat bersama, bagaimana binatang ternak bisa hidup serumah dengan pemiliknya? Bukan
di belakang rumah, akan tetapi di samping atau bahkan di depan rumahnya.
Maka,
kebersihan lingkungan tentu bukan menjadi prioritas di dalam kehidupan kami. Tlepong wedus dan tai ayam bisa menggunung di depan rumah. Kami justru menikmati bau
kotoran itu tanpa terganggu.
Dunia
kami memang berdekatan dengan kambing, ayam dan sebagainya. Bau kotoran
binatang ternak itu tak ubahnya parfum para bintang film, Desi Ratnasari atau
Luna Maya.
Selain
itu, di desa kami juga terdapat banyak tanah lapang. Banyak halaman rumah yang
luas, kebun dan sawah yang luas, sehingga orang bisa membuang sampah di
sembarang tempat. Bisa membuang sampah di kebun, di sawah, di pinggir jalan, di
sekitar rumah, di kali dan seterusnya.
Tradisi
ini terus berkembang hingga sekarang. Bahkan, dulu kami wong desa membuang
hajat di sawah jika musim kemarau. Itulah mengapa sawah-sawah kami subur. Logika yang sedikit nyleneh ya? Hahhaha
Tak
heran, meski sudah mengalami transisi menuju modern. Akan tetapi, perilaku
masyarakat terhadap lingkungan masih tetap sama. Sebab, tidak ada sanksi moral apapun
terhadap perilaku kebersihan lingkungan.
Masyarakat
bisa membuang sampah di sembarang tempat. Makanya, jika kemudian terdapat banyak
sampah berceceran di mana-mana juga tidak ada sanksi atau hukuman apapun.
Tanah
lapang, kebun yang luas, sawah, selokan dan sebagainya adalah tempat pembuangan
sampah, baik kertas, bekas makanan, kain lusuh dan sebagainya bisa dibuang di
mana saja.
Bahkan, aku pernah dapati kasur bekas orang sakit yang mati juga di buang di sungai. Ampuuuun ya! Tabiat wong desa ini. Kan bikin mampet irigasi. Biasanya nyangkut pada sebuah jembatan.
Hal beda, justru aku dapati dalam foto ini. Aku berpikir malah kita mundur ya. Terbalik. Dulu, sungai airnya bersih.
Bisa digunakan untuk mandi dan cuci. Jalan rayanya juga rapi dan tertib, ini
foto jaman Belanda loh! Sekarang? Kebalikannya kan?
Simpulannya kalian simpulkan sendiri deh, kita ini maju apa mundur dalam
segi budaya bersih dan budaya tertib?
***
Meneer Panqi
Penulis, pemerhati budaya dan konsultan media kreatif.
Posting Komentar
Posting Komentar