![]() |
Ilustrasi Bedug Keramat. Credit to www.thelangkahtravel.com |
Ki
Kamal dan istri hidupnya sangat bersahaja dan penuh kesederhanaan.
Sehari-hari Ki Kamal dalam mengumpani hidupnya dengan mencari ikan, baik
di sungai maupun di laut. Pasangan suami istri ini tidak dikaruniai
anak.
Sekalipun tidak dikaruniai anak, Ki Kamal dalam hatinya tidak ada niatan untuk
mencari istri madu—wayuan—atau menceraikan
Nyi Santi. Ki Kamal termasuk orang yang sabar dan tawakkal. Sehabis subuh berangkat mencari ikan, sorenya pulang. Hasil tangkapannya lalu dijual oleh
istrinya, Nyi Santi.
Sekaul
kanda, pada malam kamis, istri Ki Kamal bermimpi ketiban pulung. Ia dalam mimpinya mendapatkan rejeki. Pagi harinya
seperti biasa Ki Kamal pergi mencari ikan. Namun, hingga sore hari kembu-nya
masih saja kosong. Dengan lemas Ki Kamal pun pulang ke rumah menemui istrinya.
Sebelum
sampai ke rumah, di tengah jalan ia melihat anak buaya. Daripada membawa tangan
kosong, Ki Kamal pun berpikir mending dibawa saja anak buaya tersebut. Sesampai
rumah, anak buaya tersebut ditaruhnya di balong—kolam
kecil.
Buaya
ini diurusnya dengan baik. Namun, ada satu keanehan. Buaya ini seperti manusia.
Apa yang ia makan seperti layaknya seorang manusia. Buaya ini suka dengan nasi,
sambal, dan lainnya.
Lambat
laun buaya ini semakin tumbuh kembang. Ia semakin besar. Selama itu pula buaya
ini diasuh oleh Ki Kamal dan Nyi Santi. Ada hal yang sangat menggembirakan
kedua pasangan ini. Buaya tersebut tak pernah bikin ulah. Tak pernah mengganggu
orang.
Saban
bulan purnama, buaya ini mengubah wujudnya menjadi manusia. Ketika Ki Kamal dan
Nyi Santi sudah tidur, buaya ini segera
menjelma menjadi sesosok manusia ganteng. Ia menyebut dirinya dengan sebutan
Jaka Bajul.
Setelah
berganti wujud, Jaka Bajul ini mencari teman-temannya. Kesana-kemari. Ternyata, hanya di rumah Kuwu Sardana yang paling ramai. Di rumah Kuwu banyak sekali bujang
dan gadis sedang bermain. Disitulah perjumpaan pertama kali antara Katijah dan
Jaka Bajul.
Katijah
yang lugu dan Jaka Bajul yang sedang kesepian. Benarlah pepatah Jawa bilang ‘witing tresna jalaran saka kulina’. Lama
kelamaan Katijah, anak Ki Kuwu, jatuh
cinta kepada Jaka Bajul.
Gadis Kuwu Jatisawit ini rupanya sedang dalam masa berag batok. Masa dimana seorang gadis lugu baru mencintai lawan
jenisnya. Katijah yang sedang gandrung menceritakan segala apa yang sedang
dijalaninya sekarang. Bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan seorang bujang
bernama Jaka Bajul.
Beberapa
hari kemudian, Ki Sardana pun menyidang Jaka Bajul. Ditanyailah ia, dari mana? Anak
siapa? Jaka Bajul menjawab bahwa ia anak Ki Kamal dan Nyi Santi.
Keesokan
harinya, Ki Sardana pun datang ke rumah Ki Kamal untuk mendapatkan kejelasan
atas pengakuan si bujang ganteng tersebut. Ki Kamal mengatakan bahwa ia tidak
mempunyai anak laki-laki, tetapi Ki Kuwu tidak percaya.
Karena
penjelasan Kuwu Sardana, secara diam-diam Ki Kamal dan Nyi Santi menyelidiki
perbuatan buaya itu, firasatnya mengatakan itu adalah ulah ingon-ingonnya.
Buaya tersebut sering berganti wujud menjelma menjadi seorang bujang ganteng.
Setelah
diadakan penyelidikan, terbuktilah benar apa yang diperkirakan Ki kamal. Atas
dasar desakan dari Katijah dan Kuwu Sardana, akhirnya Jaka Bajul dikawinkan
dengan Katijah. Sebagai rasa syukurnya, Kuwu Sardana mengadakan pesta
perkawinan selama tujuh hari tujuh malam.
Lama-kelamaan
Jaka Bajul bermaksud akan membawa isterinya ke negaranya sendiri, yaitu di
dasar Bengawan Cimanuk. Setelah
diijinkan oleh orang tuanya, Katijah mengikuti suaminya. Bajul mengajaknya ke
tepi bengawan, lalu Bajul membaca mantera sehingga air bengawan itu seakan tidak
tampak lagi dan kini yang terlihat adalah jalan besar.
Merekapun
berjalan, kedatangannya dihormati oleh seluruh keluarga beserta teman-temannya
dari dasar bengawan itu. Pasangan penganten baru itu pun kini menetap di dasar
bengawan tersebut. Jaka Bajul tidak memiliki pekerjaan tetap, ia jarang tinggal
di rumah. Sebelum pergi meninggalkan rumah,
ia berpesan pada istrinya supaya tidak naik ke para (bagian atas langit-langit rumah).
Memang
sudah menjadi kebiasaan manusia melanggar sesuatu yang dilarangnya. Katijah
naik ke atas para meski itu larangan suaminya. Ia penasaran mengapa suaminya
melarang. Begitu sampai di atas para, sampailah ia ke daratan.
Katijah
merasa bingung dengan kejadian itu. Ia menangis sambil pulang ke rumah ayahnya.
Seminggu setelah kejadian itu, Jaka Bajul datang ke rumah Ki Kuwu Jatisawit
untuk menanyakan isterinya. Sesudah bertemu, Katijah tidak mau diajak kembali. Mendapati
istrinya tidak mau diajak pulang ia pun berpesan kepada rakyat Desa Jatisawit.
“Yen ana bala lan blai ning Desa Jatisawit, atawa diserang. Kentongen bae bedug kien. Bakal teka reang lan bala kanca mbelani"
Bedug itu adalah hasil cipta reka Jaka Bajul. Bedug ini kemudian diserahkan kepada Kuwu Sardana, mertuanya. Sesudah berpesan Bajul pulang ke negaranya, yaitu di dasar bengawan.
Bedug itu adalah hasil cipta reka Jaka Bajul. Bedug ini kemudian diserahkan kepada Kuwu Sardana, mertuanya. Sesudah berpesan Bajul pulang ke negaranya, yaitu di dasar bengawan.
Maka sampai sekarang di Desa Jatisawit tidak pernah dibunyikan bedug. Terbukti, hingga sekarang masjid di Jatisawit tidak pernah memiliki bedug.
***
Meneer Pangky
Pengamat Budaya Amatir