Saya
termasuk dari sebagian besar yang masih awam soal aturan bayar zakat. Namun,
belakangan ini saya jadi tercerahkan dengan adanya kalkulator zakat. Apa yang
saya alami ini diamini oleh perencana keuangan syariah Dr. Murniati Mukhlisin,
M. Acc.
"Orang masih suka keliru antara zakat dan sedekah. Sedekah
itu tak ada aturannya, zakat itu ada nishab dan haulnya. Misalnya kamu beli
emas Agustus, ketika emas mengendap selama satu tahun kita harus bayar zakat
emas berarti pada Juli tahun depan. Sedangkan umat muslim, sebagian besar
menunaikan zakat di Bulan Ramadhan”.
Beberapa
kekeliruan yang saya lakukan seperti dalam kejadian berikut ini. Pertama, saya
biasa mengeluarkan zakat penghasilan tiap bulan. Taruhlah bulan ini penghasilan
saya 4 juta. Saya langsung potong 2,5%. 100rb saya keluarkan sebagai zakat.
Padahal, zakat profesi itu ada nishab, yakni 524 kg beras. Menurut BAZNAS,
konversi beras ke rupiah pada tahun 2017 menjadi Rp. 5.240.000,-.
Ini artinya
apa? Jika jumlah penghasilan kita belum mencapai nishab, maka kita dianggap
belum diwajibkan bayar zakat. Selama ini, apa yang saya keluarkan adalah
sedekah. Bukan zakat. Kedua, saya biasa mengeluarkan zakat pertanian sebesar 5%
jika airnya pompa, 10% jika dari irigasi. Musim ini saya panen 2 ton gabah.
Saya langsung keluarkan 2 kwintal atau 1 kwintal berdasarkan kategori pengairan
seperti dijelaskan di muka.
Padahal,
seharusnya saya potong dulu biaya produksi. Untuk menghasilkan gabah 2 ton saya
menghabiskan biaya produksi 5 kwintal. Maka, yang wajib dizakati adalah 1,5
ton. Kewajiban zakat saya hanya 75 kg atau 150kg. Bukan seperti yang biasa saya
lakukan.
Apa yang saya
alami, bisa jadi sama menimpa jutaan umat yang awam. Posisi zakat dalam Islam
begitu dahsyat dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh umat. Wallahu a’lam
bisshowab.
***
Posting Komentar
Posting Komentar